watu blorok

Wana wisata watu blorok adalah salah satu buper ( bumi perkamahan ) yang berada di kab.mojokerto yang mana buper ini didirikan oleh pihak perhutani kec.jetis yang dibantu oleh gerakan pramuka yang berada dibawah naungan perhutani yaitu saka wana bakti. Nama dari buper ini diambil dari legenda watu blorok yang ada di daerah sekitar yang mana asal mulahnya dulu di daerah itu terdapat sebuah batu besar yang di gunakan sebagai punden / tempat untuk memujah arwah nenek moyang. Karena perkembangan jaman dan kurangnya minat untuk masuk menjadi anggota pramuka menjadikan tempat wista yang begitu indah ini menjadi terbengkalai tanpa ada yang mengurus tempat ini padahal tempat ini memiliki potensi yang sngat besar untuk memajukan wisata di daerah mojokerto yang mana tempat ini dulunya sangat ppopuler dan sering digunakan untuk melaksanakan kegiatan kepramukaan yang ada di mojokert

Vihara majapahit


Patung Budha Tidur ini terletak di dekat candhi Brahu kira2 1 kilometer ke arah selatan...
disana diarang menghidupkan mesin kendaran bermotor!
and then....dilarang berdekatan dengan biksu especially cewek neHHHH!!!!

Masjid alun2 ( masjid Al fattah )


Bagi warga Kota Mojokerto, tentu sudah tidak asing lagi dengan nama Masjid Agung Al Fattah. Karena letaknya yang cukup strategis berhadapan dengan Alun-Alun Kota Mojokerto dan berseberangan dengan kantor DPRD Kabupaten Mojokerto. Tapi, tidak banyak yang paham, inilah masjid tertua yang didirikan di kota ini.beberapa rinciannya sebagai berikut. Sebagaimana Masjid Jamik di Desa Gemekan Kecamatan Sooko, Masjid Agung Al-Fattah didirikan oleh Bupati Mojokerto RAA Kromojoyo Adinegoro berserta bawahannya, yang meliputi asisten wedono, camat-camat dan lainnya.
Peletakan batu pertama dilakukan pada Ahad Pon 7 Mei 1877 atau 1294 Hijriyah. Pembangunan masjid ini memakan waktu yang cukup lama, hampir satu tahun. Karena baru bisa dipakai kali pertama salat pada 12 April 1878 M/1795 H.
Empat sooko guru atau tiang penyangga setinggi 20 meter yang sampai sekarang masih kokoh berdiri ini didapatkan dari Hutan Jabung. Dan, soko guru di sebelah barat daya merupakan wakaf dari Mbok Rondo Dadapan yang tinggal di Kecamatan Jetis. Seorang pengusaha perempuan pada waktu itu.Pada 1 Mei 1932, masjid ini mengalami renovasi untuk kali pertama oleh Pendiri Comite Lit atau panitia pemugaran yang terdiri dari Bupati Kromojoyo Adinegoro dan diresmikan oleh M.Ng Reksoamiprojo, bupati IV - V pada 7 Oktober 1934.
Selanjutnya pada 11 Oktober 1966, masjid ini diperluas lagi oleh R Sudibyo, wali Kota Mookerto dan diresmikan pada 17 Agustus 1968. Perluasan ini dilakukan karena masjid sudah tidak bisa menampung jumlah jamaah yang meluber.
Setahun kemudian, tepatnya 15 Juni 1969 Bupati RA Basuni juga melakukan perluasan. Peresmian juga dilakukan pada tahun yang sama dibarengkan dengan peringatan 17 Agustus 1989.
Ternyata, setelah hampir 100 tahun berdiri, ternyata masjid ini tidak memiliki nama. KH Achyat Chalimy pengasuh Ponpes sabilul Muttaqin memberi nama masjid ini dengan nama Masjid Jamik Al Fattah.Kemudian, pada 4 April 1986 ini, masjid Jamik Al Fattah dipugar oleh Wali Kota Mojokerto Moh Samiuddin sebagai pembangunan tahap I. Kemudian dilanjutkan dengan pemugaran tahap II yakni di lokasi sebelah timur atau, pada masa pemerintahan wali kota ini pulalah istilah Masjid Jamik diganti dengan Masjid Agung Al Fattah Kota Mojokerto. depan masjid. Selanjutnya, pada masa pemerintahan wali kota ini pulalah istilah Masjid Jamik diganti dengan Masjid Agung Al Fattah Kota Mojokerto.

Pendopo Agung






Sebuah bangunan khusus khas nuansa Mojopahit dan sering difungsikan sebagai tempat pertunjukan kesenian, studi tour, lomba, tempat pertemuan dengan suasana yang teduh dan nyaman juga sebagai tempat untuk istirahat/rekreasi. Lokasinya berada di Desa Temon, Kecamatan Trowulan.











Candi Brahu

Candi Brahu dibangun dengan gaya dan kultur Budha, didirikan abad 15 Masehi. Pendapat lain, candi ini berusia jauh lebih tua ketimbang candi lain di sekitar Trowulan. Menurut buku Bagus Arwana, kata Brahu berasal dari kata Wanaru atau Warahu. Nama ini didapat dari sebutan sebuah bangunan suci seperti disebutkan dalam prasasti Alasantan, yang ditemukan tak jauh dari candi brahu. Dalam prasasti yang ditulis Mpu Sendok pada tahun 861 Saka atau 9 September 939, Candi Brahu merupakan tempat pembakaran (krematorium) jenazah raja-raja Brawijaya. Anehnya dalam penelitian, tak ada satu pakarpun yang berhasil menemukan bekas abu mayat dalam bilik candi. Lebih lebih setelah ada pemugaran candi yang dilakukan pada tahun 1990 hingga 1995.

Masih dalam komplek situs Kerajaan Majapahit di Trowulan, tak jauh dari Candi Gentong yang masih dipugar S 07.54401 E 112.37789, anda bisa berkunjung di kawasan Candi Brahu. Letaknya di dukuh jamu mente, desa bejijong, atau sekitar 2 kilometer dari jalan raya mojokerto jombang. Candi yang dibangun dari batu bata merah ini, dibangun di atas sebidang tanah menghadap ke arah barat dan berukuran panjang sekitar 22,5 m, dengan lebar 18 m, dan punya ketinggian 20 meter.

Mengutip buku Mengenal Peninggalan Majapahit di Daerah Trowulan oleh Drs IG Bagus Arwana, dulu di sekitar candi ini banyak terdapat candi candi kecil yang sebagian sudah runtuh, seperti candi muteran, candi gedung, candi tengah, dan candi gentong. Saat penggalian dilakukan di sekitar candi, banyak ditemukan benda benda kuno macam alat alat upacara keagamaan dari logam, perhiasan dari emas, arca dan lain lainnya.

Candi Tikus


Candi Tikus adalah sebuah candi peninggalan Kerajaan Majapahit yang terletak di kompleks Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Candi Tikus merupakan salah satu situs arkeologi utama di Trowulan. Bangunan Candi Tikus berupa tempat ritual mandi (petirtaan) di kompleks pusat pemerintahan Majapahit. Bangunan utamanya terdiri dari dua tingkat.

Situs candi ini digali pada tahun 1914 atas perintah Bupati Mojokerto Kromodjojo Adinegoro. Karena banyak dijumpai tikus pada sekitar reruntuhannya, situs ini kemudian dinamai Candi Tikus. Candi Tikus baru dipugar pada tahun 1985-1989.

Candi Tikus diperkirakan dibangun pada abad ke-13 atau abad ke-14. Candi ini dihubungkan dengan keterangan Mpu Prapanca dalam kitab Negarakertagama, bahwa ada tempat untuk mandi raja dan upacara-upacara tertentu yang dilaksanakan di kolam-kolamnya

Candi Bajang Ratu


Candi Bajangratu

Candi Bajangratu atau yang dikenal sebagai Gapura Bajangratu adalah sebuah candi yang berada di Desa Temon, Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto. Bangunan ini diperkirakan dibangun pada abad ke-14. Menurut catatan Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala Mojokerto, candi/ gapura ini berfungsi sebagai pintu masuk bagi bangunan suci untuk memperingati wafatnya Jayanegara yang dalam NegaraKertagama disebut "kembali kedunia Wisnu" tahun 1328 C[=1406M]/sira ta dhinarumeng Kapopongan, bhiseka ring crnggapura pratista ring antawulan. Namun sebenarnya, sebelum wafatnya Beliau ternyata candi ini dipergunakan sebagai pintu belakang kerajaan.Dugaan ini didukung adanya relief "Sri Tanjung" dan sayap gapura yang melambangkan penglepasan dan sampai sekarang di daerah Trowulan sudah menjadi suatu kebudayaan jika melayat orang meninggal diharuskan lewat pintu belakang.

Nama Bajangratu itu sendiri dikaitkan dengan tulisan dalam Pararaton dan cerita rakyat setempat. Disebutkan, ketika dinobatkan menjadi raja, Jayanegara masih sangat muda [bajang]sehingga diberi sebutan "Ratu Bajang/ Bajang Ratu". Disitu juga disebutkan, bahwa ketika meninggal, Jayanegara didharmakan di Kepompongan serta dikukuhkan di Antawulan [Trowulan].Penyebutan Bajangratu muncul pertama kali dalam Oundheitkundig Verslag [OV] tahun 1915.

Secara fisik, bangunan ini merupakan gapura paduraksa [gapura beratap], terbuat dari batu bata kecuali tangga [bordes] serta ambang pintu [bawah dan atas] terbuat dari batu andesit. Berdiri di ketinggian 41,49 m dpl, dengan orientasi mengarah timur laut-tenggara. Denah candi berbetuk segiempat, berukuran ± 11,5 x 10,5 m, tinggi 16,5 m, lorong pintu masuk lebar ± 1,40 m. Secara vertikal bangunan ini mempunyai 3 bagian ; kaki, tubuh dan atap. Mempunyai semacam sayap dan pagar tembok di kedua sisi. Kaki gapura sepanjang 2,48 m. Struktur kaki tersebut terdiri dari bingkai bawah, badan kaki dan bingkai atas. Bingkai-bingkai ini hanya terdiri dari susunan sejumlah pelipit rata dan berbingkai bentuk genta . Pada sudut-sudut kaki terdapat hiasan sederhana, kecuali pada sudut kiri depan dihias relief menggambarkan Sri Tanjung.

Candi ini selesai dipugar dan diresmikan pada tahun 1992 oleh Dirjen Kebudayan Departemen pendidikan dan Kebudayaan.